Minggu, 04 Desember 2016

Desakralisasi Hijab dalam Iklan ‘Sunsilk’ Hijab Recharge
Oleh : Lastri
Perkembangan teknologi melahirkan media baru yang dapat menyajikan informasi secara cepat kepada masyarakat yaitu televisi. Televisi merupakan media massa yang digunakan untuk menyampaikan informasi dan memberitahukan hal-hal penting bagi masyarakat, televisi juga memiliki peran penting dalam realitas sosial seperti saat ini.
Namun, saat ini media mengalami pergeseran fungsi yaitu ketika media tidak lagi memberikan pesan yang berorientasi pada public needs melainkan hanya berorientasi pada public wants. Dalam konteks media massa, televisi lambat laut menjadi sarana pertukaran nilai guna menjadi nilai tukar atau disebut komodifikasi. Komodifikasi merupakan bentuk transformasi hubungan, yang awalnya terbebas dari hal-hal yang sifatnya diperdagangkan menjadi hubungan yang bersifat komersil.
Televisi memiliki berbagai macam program, salah satu program televisi yang berdampak langsung bagi masyarakat adalah iklan. Menurut Duran dan Darban (1978), iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakai untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif) kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial, dan pribadi yang berkepentingan.
Pada Oktober 2015, Survei Global Nielsen mengenai kepercayaan terhadap Iklan di Asia Tenggara menyebutkan bahwa televisi, majalah, dan koran masih termasuk dalam media iklan berbayar yang paling dipercaya konsumen di Asia Tengggara. Hampir delapan dari sepuluh konsumen Indonesia (79%) percaya pada iklan televisi. Kepercayaan bangsa ini terhadap iklan televisi bahkan mengungguli Thailand (78%), Filipina (75%), Vietnam (69%), dan Malaysia (63%). Semua negara itu berada di atas atau konsisten dengan rata-rata global yang sebesar 63%.
Proses transformasi nilai guna menjadi nilai tukar juga terjadi pada iklan. Proses komodifikasi iklan ini dilakukan oleh para produsen untuk memperoleh keuntungan yang didapat dari hasil mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Salah satu iklan yang menggunakan daya tarik hiijab adalah iklan ‘Sunsilk’ Hijab Recharge. Seperti kita ketahui bahwa salah satu ciri khas berpakaian seorang muslim adalah menggunakan hijab. Dalam hal ini, hijab yang semestinya sakral dalam nilai agama akan tetapi menjadi nilai tukar untuk mendapatkan keuntungan dari media televisi.
‘Hijab’ sebagai Inovasi ‘Sunsilk’ Recharge
Metamorfosis tren hijab dari zaman sebelum Islam berjaya sampai pada era modern seperti saat ini mengalami perkembangan pesat. Pada tahun 1980-an penggunaan hijab masih terbatas. Bahkan pernah ada larangan semua siswi muslim menggunakan hijab ke sekolah oleh Depdikbud, banyak pihak yang masih memandang sebelah mata pada mereka yang berkerudung karena dianggap kuno dan fanatik. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 90-an perkembangan hijab khususnya di Indonesia terus mengalami kemajuan baik dari segi pakaian, model hijab, aksesoris sampai dengan kreasi hijab biasa menjadi terlihat keren dan trendy.
Tahun 2016 ini, hijab sedang booming di kalangan muslimah Indonesia. Baik kalangan masyarakat ekonomi atas ataupun menengah ke bawah. Sehingga dapat menarik konsumen yang beragama Islam dan dapat memberikan keuntungan besar bagi produsennya. Hal ini, menjadi keberanian iklan ‘Sunsilk’ Hijab Recharge menggunakan hijab sebagai daya tarik masyarakat.
Sampo ‘Sunsilk’ Hijab Recharge merupakan terobosan produk baru dari PT. Unilever Indonesia didukung dengan adanya brand ambassador yang menggunakan style hijab masa kini yaitu Carla Rizki seorang atlet Taekwondo. Sebelum ‘Sunsilk’ menciptakan terobosan baru berupa ‘Sunsilk’ Hijab Recharge, Sunsilk menguji keberanian pertama menggunakan brand ambasadore berhijab dalam iklan ‘Sunsilk’ Clean & Fresh yang memiliki beberapa versi, yaitu ‘Sunsilk’ Clean and Fresh versi Laudya Cinthya Bella dan versi juara ‘Sunsilk’ Hijab Hunt 2015 (Bela Almira, Ninda Putri Laili, dan Devi Handayani).
Indonesia sebagai negara tropis, mungkin menjadikan orang merasa gerah dengan hijabnya apalagi masyarakat muslim Indonesia dengan rasio perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini yang mendasari ‘Sunsilk’ Hijab Recharge mencoba menggunakan brand ambassador menggunakan hijab sebagai suatu inovasi baru. Sedangkan iklan sampo lain biasanya menghadirkan brand ambassador seorang perempuan cantik dengan  rambut panjang, hitam, dan lebat. Hal ini tentu saja bertolak belakang dari hakikat produk perawatan rambut. Namun, hal ini juga yang dapat menimbulkan ketertarikan konsumen khususnya konsumen muslimah pada produk tersebut.

Industrialisasi Media
            Media sebagai aparatus tempat beroperasinya pengetahuan. Sebagai aparatus, media memiliki dan menjalankan ideologi tertentu. Media telah beralih dari ruang kuasa negara menjadi ruang kompetisi pasar. Media tidak lagi menjalankan kebijakan negara, namun berorientasi pada pemilik modal yang menggerakkan aktivitas media pada komersialisasi.
            Program media sendiri berkiblat pada tingkat rating dan share. Hal ini yang mendasari komodifikasi agama beredar dimana-mana, salah satunya komodifikasi hijab dalam iklan ‘Sunsilk’ Hijab Recharge. Menurut Minkler dan Cosgler (2004), konsumsi religius merupakan salah satu sarana efektif untuk mengekspresikan identitas seseorang. Setiap agama memiliki norma yang berimplikasi pada konsumsi atas suatu produk tertentu, termasuk Islam. Misalnya, dalam Islam disebutkan bahwa seorang muslimah wajib menutup auratnya maka diciptakan produk yang mengandung unsur representasi perintah keislaman.
            Hal ini lantas mengharuskan perlunya strategi marketing yang efektif dalam proses pemasaran suatu produk. PT Unilever dengan produk sampo ‘Sunsilk’ menggunakan istilah ‘hijab’ sebagai salah satu strategi marketingnya. Iklan Sunsilk Hijab Recharge menggunakan brand ambassador yang memiliki nilai inspiratif dan notabene menggunakan hijab, yaitu Carla Rizki seorang atlet Taekwondo.Visualisasi yang ditampilkan mengandung nilai inspirasi karena aktivitas latihan Taekwondo Carla Rizky yang tidak terganggu meskipun dia memakai hijab, hal ini dapat membangun rasa percaya diri pada konsumen terutama kaum perempuan bahwa hijab  bukanlah penghalang seseorang untuk beraktivitas.
            Namun dibalik nilai inspirasi juga terdapat nilai komodifikasi agama. Carla Rizky sebagai brand ambassador dalam iklan tersebut digunakan untuk membangun citra positif dan daya tarik konsumen terhadap produk ‘Sunsilk’ Hijab Recharge. Apalagi Carla Rizky adalah seorang atlet Taekwondo yang memakai hijab, aktivitasnya memerlukan banyak tenaga  dan mengeluarkan banyak keringat sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan pada kulit kepala. Kemudian media menyampaikan realitas media melalui visualisasi yang ditampilkan, seorang hijabers sekaligus atlet Taekwondo tetap bebas beraktivitas dan latihan tanpa terganggu kulit kepalanya dengan memakai produk sampo ‘Sunsilk’ Hijab Recharge. Hal ini menggambarkan realitas sekaligus mendefinisikan kemauan dan keinginan konsumen.
Ketidaknyamanan pada kulit kepala umumnya dirasakan oleh kalangan perempuan terutama yang memakai hijab. Hal inilah yang kemudian menjadi berkah bagi perusahaan ‘Sunsilk’ karena produk terbarunya yaitu Sunsilk Hijab Recharge hadir dengan sasaran utamanya yaitu kalangan perempuan berhijab, karena pastinya mereka akan mencari produk yang cocok untuk kesehatan rambutnya. Istilah ‘Hijab’ ini menjadi atribut utama untuk menjadikan produknya sebagai bagian dari ritual keagamaan konsumen muslim dan sebagai alat jual produk.
Sunsilk ‘Hijab’ Recharge mencoba hadir sebagai produk bernuansa islami dengan brand ambasadore dan juga istilah ‘Hijab’ yang melekat. Target konsumen dari produk ini adalah konsumen kelas menengah yang sedang berusaha mengekspresikan identitas keislamannya. Adanya moral panic atau kecemasan atas hilangnya tatanan moral yang selama ini mereka yakini, mengakibatkan mereka mencoba mencari solusi persoalan tersebut, dan lewat konsumsilah mereka dapat menemukan kembali identitas keislamannya.
Konsumerisme juga terjadi dalam masyarakat yang memformulasikan tujuan hidupnya dengan memiliki barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Kemudian konsumsi atas produk tertentu akhirnya menjadi simbol identitas mereka. Dalam konteks ‘Sunsilk’ Hijab Recharge, narasi yang diungkapkan oleh Carla Rizky yaitu, “Aku butuh kepala yang segar untuk bisa tampil sempurna” kalimat ini seakan-akan memberikan pemahaman bagi konsumen bahwa penampilan yang sempurna salah satu penyebabnya adalah kepala yang segar. Sehingga budaya konsumerisme akan muncul terhadap produk sampo ‘Sunsilk’ Hijab Recharge sebagai budaya sosial yang setiap saat dibutuhkan oleh konsumen, dan menjadikan suatu konstruksi media terhadap produk tersebut.
Budaya konsumerisme akan semakin melekat karena narasi dari Jamal Hammadi seorang pakar bahan alami, “Untuk perempuan aktif seperti Carla, kami ciptakan sampo Sunsilk pertama...”ungkapnya. Pernyataan tersebut sebagai dominasi terhadap konsumen atas produk ‘Sunsilk’ Hijab Recharge dan meningkatkan nilai jual produk tersebut. Apalagi saat ini banyak aktivis perempuan berhijab, sehingga semakin tinggi daya tarik konsumen terhadap produk.
Semiotika Hijab
            Ada beberapa dimensi khusus pada sebuah iklan yang membedakan iklan secara semiotik dari objek-objek desain lainnya, yaitu setiap iklan terdapat beberapa simbol dan tanda yang digunakan dan dapat dimaknai. Penggunakan simbol dan tanda ini berdasarkan pada tujuan yang ingin diraih dari iklan produk tersebut.
            Analisis Semiotika Roland Barthes, mengenai bagaimana manusia memaknai hal-hal dari segi kostum, narasi (teks) dan adegan. Dalam iklan ‘Sunsilk’ Hijab Recharge terdapat  pesan-pesan tersembunyi dari iklan tersebut. Makna kostum yang digunakan menunjukkan citra produk tersebut sebagai sampo yang dapat mengatasi masalah kesehatan rambut bagi perempuan berhijab karena berhijab akan membuat ketidaknyamanan pada kulit kepala. Makna pada adegan menunjukkan aktifitas sehari-hari perempuan berhijab. Makna narasi (teks) menunjukkan bahwa orang yang berhijab akan memilik masalah kesehatan rambut dan ‘Sunsilk’ Hijab Recharge adalah solusinya. Hal ini menyatakan adanya ideologi kapitalisme yang dimanfaatkan oleh kaum kapitalis atau pemilik modal dengan ekonomi politiknya untuk meraup keuntungan demi meningkatkan angka penjualan.
Kesimpulan
Perkembangan zaman dan kehadiran teknologi mendorong manusia untuk melakukan segala sesuatunya dengan serba cepat, maka tak ayal kebutuhan manusia pun ikut bergeser dari tradisional menjadi konvensional dan dari kebutuhan primer menjadi kebutuhan prestise. Terlepas dari tren hijaber atau strategi marketing, tidak seharusnya sebuah esensi agama dijadikan sasaran atau dilibatkan dalam rangka mendapatkan keuntungan.
Dalam konteks iklan ‘Susilk’ Hijab Recharge¸ terdapat adanya komodifikasi konten dan komodifikasi khalayak. Komodifikasi konten ini berdasarkan dari hijab dan brand ambassador yang digunakan dalam iklan, sedangkan komodifikasi khalayak berdasarkan pada konsumen muslim di Indonesia dengan rasio perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

Agama dijadikan sebagai konten media, dan pemeluk agama Islam telah dijadikan sebagai pasar. Seperti bentuk komodifikasi-komodifikasi yang lain, agama telah menjadi sebuah gaya hidup. Akibatnya pesan-pesan agamanya sendiri yang lebih penting menjadi diabaikan. Jadi bisa dikatakan bahwa yang dimaksud dengan komodifikasi adalah saat dimana suatu nilai, budaya, kebenaran, originalitas atau autentisitas dijadikan sebagai sesuatu yang dapat dijual alias menghasilkan profit.